


HIDDEN KINGDOM
Chapter 4
Azra merasakan tubuhnya terhempas tanpa kendali, diputar-putar oleh angin, membuat kepanikannya semakin memuncak. Ia jatuh dari ketinggian yang mengerikan, dan kesadaran akan kematian yang mungkin mendekat menekan dadanya. Mulutnya terbuka, mengeluarkan jeritan ketakutan. Tubuhnya terlempar seperti boneka di udara, matanya menyipit saat angin dingin menerpa wajahnya, membuatnya sulit bernapas.
"Jangan panik, Nona Azra!" seru NEO, suaranya tenang di tengah kegilaan yang dialami. "Stabilkan tubuhmu! Aku akan mengaktifkan alat anti-gravitasi di tubuhku, dan turbo di kakiku. Kita bisa mengurangi dampak tabrakan ini!"
"Apa katamu?! Tabrakan?" Azra berteriak, nyaris tak percaya dengan apa yang didengarnya. Ia berusaha menahan tubuhnya, namun kekuatan gravitasi dan angin membuatnya semakin tak berdaya. "Kita akan mati!" teriaknya dengan nada putus asa.
Sstt... Boom! Bunyi ledakan kecil terdengar dari kaki NEO, dan tubuh Azra yang tadinya tak terkendali mulai sedikit melambat. Kakinya, dipandu oleh kekuatan turbo NEO, mulai membentuk pose yang lebih stabil, menyerupai pemanjat tebing yang siap menaklukkan ketinggian. Tangan-tangannya terulur, mencoba meraih sesuatu yang tak kasat mata, namun cukup untuk mengendalikan posisi jatuhnya.
Awan-awan yang tadinya melingkupi langit mulai memudar, menandakan bahwa tanah semakin dekat. Mereka jatuh ke arah bangunan yang terlihat kecil dari atas, namun semakin mendekat dengan kecepatan yang mengerikan.
Dorr! Dengan suara yang memekakkan telinga, atap sebuah bar tua runtuh. Pecahan batu dan kayu berhamburan ke segala arah, diikuti oleh dentingan logam yang terdengar aneh di tengah keributan itu. Di bawah puing-puing atap yang hancur, sosok ksatria jatuh menghantam lantai keras dengan bunyi gemuruh. Retakan langsung menjalar dari titik pendaratan, mempertegas dampak tabrakan tersebut.
Semua orang di bar itu terdiam. Pelayan, pengunjung, bahkan musisi yang tadi mengisi ruangan dengan musik lembut berhenti di tempat mereka. Mereka menahan napas, terkejut melihat kejadian di depan mata mereka. Di tengah-tengah reruntuhan, sosok ksatria tampak berbaring dengan posisi aneh, kakinya terjepit diantara batu-batu besar dan tangannya terkulai ke samping. Pakaian besinya, yang tak biasa dan berkilauan, menyilaukan mata para pengunjung saat cahaya sore masuk melalui celah-celah atap yang hancur.
Seorang pelayan bar bergegas menghampiri sosok itu, wajahnya penuh kekhawatiran. "Ksatria! Ksatria, apakah kau baik-baik saja? Apakah kau masih bisa bergerak?" Seruannya menggema di antara orang-orang yang mulai berbisik, mempertanyakan apa yang baru saja terjadi.
"Tuan-tuan!" Danelia, seorang wanita paruh baya yang sering membantu di bar, berseru sambil memandang ksatria itu dengan cemas. "Bantu dia! Bawa ke pos medis segera!"
Pengunjung bar mulai berkerumun, banyak di antara mereka bergumam penuh kebingungan. "Siapa dia?" tanya seseorang. "Baju besinya tidak seperti yang pernah kulihat," tambah yang lain. Bisikan mereka semakin ramai.
Namun, sebelum ada yang bisa mengangkat tubuhnya, terdengar bunyi kecil, tak, tuk, dari sosok ksatria itu. Jari-jarinya mulai bergerak, menggenggam batu yang tergeletak di sekitarnya. Perlahan, ia berusaha bangun. Kepalanya tertunduk, terlihat seperti sedang mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. Mata orang-orang di sekitar semakin lebar, tidak percaya dengan apa yang mereka saksikan.
Tiba-tiba, cahaya terang muncul dari balik helm ksatria itu, dan dalam sekejap, debu yang menempel pada pakaiannya terlempar ke segala arah. Ksatria itu berdiri tegak di antara orang-orang bar yang masih membungkuk, rambut abu-abu yang terhempas mekar dengan penuh gairah, tangannya mengepal keras hingga reruntuhan batu yang ia genggam retak dan hancur.
Dengan suara yang berat dan penuh amarah, ia berbicara dari balik topengnya, "AKU MASIH HIDUP!" Jeritan itu mengguncang ruangan, membuat semua orang tersentak mundur.
Ksatria itu, Azra, memandang ke atas, matanya penuh dendam dan kemarahan. “Naga langit itu… suatu hari aku akan menghabisimu!” ucapnya, suaranya menggema dalam kemarahan yang tak terbendung membuat ruangan bar yang tadinya riuh seketika terdiam.
Danelia, pelayan bar, melangkah maju dengan keraguan di wajahnya. "Suara itu... apakah ksatria ini seorang wanita?" bisiknya, tak percaya. "Tidak mungkin. Dia terdengar seperti anak kecil."
Keraguan Danelia mencerminkan kegelisahan di antara orang-orang di bar. Mereka mulai berbisik, mencoba memahami siapa sosok di hadapan mereka. “Siapa dia? warna rambutnya sangat aneh sekali, Apakah dia dari istana?” bisik salah satu prajurit. “Mungkinkah dia prajurit baru Raja Linidar?” tanya yang lain. “Aku belum pernah melihat seorang ksatria perempuan di medan perang.”
Azra memandang sekeliling dengan kebingungan yang semakin mendalam. Orang-orang ini tampak asing. Mereka mengenakan baju besi dan membawa pedang, sesuatu yang tidak pernah dilihatnya di Oracle. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan pikirannya yang berkecamuk.
"Tuan-tuan dan Nyonya!" seru Azra, suaranya bergetar karena kegelisahan. "Tempat apa ini? Di mana aku berada? Mengapa kalian semua memakai baju zirah?" Pikirannya berkecamuk, bertanya-tanya apakah ia masih dalam keadaan pingsan dan ini semua hanyalah mimpi aneh.
Danelia, dengan wajah heran, menjawab, "Kau berada di Kerajaan Bismuth, nona. Ini adalah prajurit Linidar, pelindung kerajaan yang sedang beristirahat di sini. Tapi kamilah yang seharusnya bertanya padamu. Apa yang terjadi? Dari mana asalmu? Dan bagaimana bisa kau jatuh dari langit?”
Azra ingin menjelaskan situasi yang sebenarnya, tentang naga yang mengamuk dan pertempuran di Oracle. Namun, ia tahu tidak ada waktu. Wajahnya tegang saat ia berkata, “Semua orang! Di luar sana ada monster mengerikan! Naga yang bisa memusnahkan kita semua! Kita harus bersiap untuk bertahan! Monster itu tidak akan berhenti sampai kita semua mati!”
Namun, seruannya disambut tawa yang mengejek. Orang-orang di bar mulai tertawa, mengira bahwa Azra hanyalah anak kecil yang sedang bermain. “Hey, anak kecil, di mana teman-temanmu? Mereka meninggalkanmu? Hahaha…” salah satu prajurit mengejek.
Orang-orang kembali ke tempat duduk mereka, menikmati bir dan musik yang kembali memenuhi ruangan. Danelia, yang awalnya cemas, kini mengubah pikirannya. “Mungkin dia hanya bocah yang sedang bermain,” pikirnya.
Azra merasa geram dan kesal karena tidak ada yang percaya padanya. "Kalian harus percaya! Ini keadaan darurat, kita semua bisa mati!" teriaknya.
Salah satu pria di bar mengangkat gelasnya dan tertawa lagi. "Cepat pulang, bocah! Ibumu pasti sedang mencarimu!"
Merasa tak ada gunanya berdebat, Azra menghela napas panjang dan berbalik meninggalkan bar. Ketika ia membuka pintu dan melangkah keluar, pemandangan yang menakjubkan menyambutnya. Di depannya terbentang sebuah istana yang megah, berdiri di tengah kota yang ramai dan sejahtera. Prajurit-prajurit berpakaian besi berpatroli, pedang di pinggang mereka, berjalan dengan kewaspadaan.
Azra memandang ke sekeliling, matanya penuh kekaguman. "Ya Tuhan... tempat apa ini?" bisiknya, terpana. Ia mulai berjalan tanpa sadar, melewati toko-toko yang indah, air mancur megah, jembatan-jembatan yang elegan, tempat latihan prajurit dan pemukiman yang damai. Seluruh kota terasa seperti dunia dari mimpi.
"Apa ini? Apakah aku benar-benar masih bermimpi?" pikir Azra, hampir melupakan fakta bahwa naga pembunuh masih berkeliaran di luar sana, menghancurkan segalanya. Ia terpesona oleh keindahan kerajaan ini, hingga sesaat melupakan bahaya yang mengancam.
Di dalam kepalanya, NEO mulai mengumpulkan data, menganalisis setiap informasi yang ia temukan. "Nona Azra," suara NEO terdengar di benaknya, "Berdasarkan analisis, kita berada di Kerajaan Bismuth. Ini adalah kerajaan tersembunyi, dirahasiakan oleh pemerintah. Tempat ini merupakan penghasil dan pemasok senjata terkuat untuk manusia dalam berperang."
Azra berhenti berjalan, terkejut oleh informasi itu. "Kerajaan tersembunyi?" gumamnya. Semua ini mulai terasa semakin aneh dan rumit.
Beberapa waktu telah berlalu sejak Azra pertama kali melangkah keluar dari bar. Ia melanjutkan perjalanannya, mengitari kerajaan dengan rasa penasaran yang tak pernah padam. Setiap detil bangunan, dari ukiran-ukiran batu hingga arsitektur yang megah, memikat matanya. Ia seperti terserap ke dalam suasana kerajaan ini, merasakan setiap jengkal tanah dan atmosfernya sebagai sesuatu yang benar-benar baru.
Perbincangan orang-orang di sekitar terdengar asing namun menarik, membuat Azra semakin terpesona. Ini pertama kalinya ia merasa begitu bahagia, begitu terhubung dengan suatu tempat yang penuh keajaiban.
Azra menghirup udara segar, menikmati setiap momen di kerajaan Bismuth. Hatinya berdebar kencang, bukan karena takut, tetapi karena kegembiraan. Setiap sudut kerajaan tampak seperti potongan puzzle yang belum pernah ia temui sebelumnya, dan ia tak bisa berhenti menyerap keindahannya. Ia merasa untuk pertama kalinya bebas, jauh dari ancaman naga, seolah dunia ini menawarkan kedamaian yang telah lama hilang dari hidupnya.
Namun, kedamaian itu hanya berlangsung sesaat.
Dari kejauhan, di jembatan yang membentang luas di atas sungai yang mengelilingi gerbang utama, prajurit penjaga gerbang tiba-tiba melihat sesuatu yang janggal. Seorang penduduk berlarian, napasnya tersengal-sengal, wajahnya pucat oleh ketakutan yang begitu mendalam. “Tolong! Tolong kami!” jerit penduduk itu dengan suara parau. "Iblis datang!"
Azra menghentikan langkahnya, hatinya mengkerut. Suara jeritan itu membuat jantungnya berdebar kencang. Ketika ia menoleh ke arah asal suara, ia melihat penduduk itu berlari dengan panik, dan di belakangnya, terdengar suara gemuruh yang mencekam. Lalu, dalam sekejap, bunyi asap panas, cahaya merah seperti kilat menghantam udara.
"Furrr! Raaaa!!"
Suara api yang ganas membelah udara, terdengar teriakan yang menyayat hati. Penduduk yang berlarian kini terbakar oleh api yang datang dari sesuatu yang tak terlihat jelas dari kejauhan. Tubuhnya jatuh ke tanah, berguling, mencoba memadamkan api yang membakar kulit dan dagingnya.
Azra terdiam, tubuhnya membeku. "Tidak… ini tidak mungkin," ucapnya dengan pelan. Api yang berkobar bukan sembarang api. Namun tanda jika sesuatu yang sangat berbahaya telah tiba. Sesuatu yang pernah ia lawan dan nyaris menghabisinya.
Mampukah Azra menghadapi ketakutannya kembali dan melenyapkan kecemasannya sekali untuk selamanya.
Contact :
Azimamoyo@gmail.com
© 2024. All rights reserved.