


STRANGEST BIRD
Chapter 2
Langit biru mulai memancarkan cahaya terik, ketika Azra akhirnya tiba di sebuah danau yang luas. Setelah berjam-jam menelusuri hutan yang rimbun dan sunyi, pemandangan air yang tenang dan jernih terasa seperti hadiah dari alam. Di tepian danau, air terjun berderai lembut dari ketinggian, menciptakan alunan suara yang menenangkan, seakan memanggil Azra untuk berhenti sejenak dan menikmati keindahannya.
Air yang memantulkan kilauan cahaya itu dihiasi oleh gerakan ikan-ikan besar yang berenang di bawah permukaan. Mereka tampak bergerak dengan anggun, dari satu sudut ke sudut lainnya, tanpa terganggu oleh kedatangan manusia.
Azra meletakkan barang-barangnya di tanah, lalu duduk sejenak untuk menikmati udara segar yang membawa aroma pepohonan pinus dan bunga liar. Ia tersenyum, membayangkan betapa riangnya hari ini. Ia tidak datang hanya untuk menikmati pemandangan, tetapi juga untuk menguji alat pancing barunya—sebuah inovasi yang ia ciptakan sendiri.
Alat ini tidak seperti pancing biasa; Azra telah merancangnya untuk mengeluarkan gelombang listrik yang mampu menyetrum ikan saat mereka menggigit umpannya.
"Ini akan cepat dan mudah," gumam Azra sambil memeriksa alat itu sekali lagi. "Ikan-ikan ini tidak akan tahu apa yang mengenai mereka."
Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, Azra mulai memancing. Tak butuh waktu lama sebelum salah satu umpan disambar oleh ikan besar. Dengan senyum lebar di wajahnya, Azra menekan tombol pada alat pancingnya, mengirimkan sengatan listrik melalui tali pancing. Ikan itu langsung pingsan, tanpa perlawanan sedikit pun. Dengan cepat, Azra menarik ikan tersebut dan memasukkannya ke dalam ember air di sebelahnya.
Waktu berlalu dengan cepat. Setelah satu jam, ember Azra sudah penuh dengan enam puluh ekor ikan besar. Kebahagiaan memenuhi hati Azra, membayangkan betapa bangganya ia bisa membantu paman dengan hasil tangkapannya hari ini. Ia duduk di tepi danau, memandang tenang ke arah air yang berkilauan, merasa puas dan damai. Namun, kedamaian mulai terganggu.
Tiba-tiba, dari balik semak-semak di sekitarnya, terdengar suara gemerisik yang mencurigakan. Azra, yang langsung waspada, bangkit dan memakai sarung tangan besi yang selalu ia bawa untuk berjaga-jaga. Ia berdiri tegak, menunggu dengan napas tertahan. Dari balik semak-semak itu, sesosok makhluk bersinar tiba-tiba melompat ke arahnya, bergerak cepat, berguling, lalu berdiri tegak hanya beberapa langkah di depan Azra.
Tanpa berpikir panjang, Azra mengayunkan pukulan ke udara. Pukulan itu tidak sekadar menggerakkan angin; ia menciptakan gelombang energi yang kuat, menghempaskan makhluk misterius tersebut ke arah pohon terdekat. Makhluk itu terhempas dengan keras, menimbulkan suara benturan yang menggema di seluruh area.
Namun, ketika debu mulai menipis bentuk makhluk itu mulai terlihat lebih jelas, Azra tersentak. Itu bukan musuh atau makhluk asing seperti yang ia bayangkan. Itu adalah NEO, android milik ayahnya yang selalu setia mengawasi setiap langkahnya. "NEO!" seru Azra, yang merasa bingung dan kesal. "Apa yang kau lakukan di sini?!"
NEO yang baru saja tersadar dari pukulan Azra, dengan cepat bangkit dan berkata dengan nada cemas, "Azra, kau harus pulang sekarang. Kondisi di Pulau Oracle tidak aman. Aku datang untuk melindungimu."
Azra menatap NEO dengan tatapan tak percaya. Ia baru saja menikmati ketenangan dan keberhasilannya, dan sekarang NEO datang membawa berita buruk? "Aku tidak mau pulang!" jawab Azra tegas. "Semuanya baik-baik saja sampai kau muncul dan menakutiku. Justru kau yang membahayakan kebahagiaanku, NEO! Aku tak tahan terus-terusan dikurung di desa selama ini..."
Kata-kata Azra terhenti tiba-tiba ketika sebuah cahaya terang muncul dari tanah di bawah kaki mereka. Cahaya itu menggelegar, disusul oleh ledakan keras yang menghancurkan tanah di sekitar mereka. Azra dan NEO terpental ke udara, melayang tak terkendali oleh kekuatan serangan kilat yang tiba-tiba menghantam bumi.
Saat tubuh mereka terlempar, NEO bergerak cepat, memeluk Azra erat-erat untuk melindunginya. Mereka jatuh dengan keras di antara pepohonan, tetapi NEO menahan hantaman terburuknya, memastikan bahwa Azra tetap aman.
Dalam hiruk-pikuk tersebut, Azra hanya bisa terdiam. Napasnya tersengal-sengal, pikirannya kalut. Apa yang baru saja terjadi? Apa yang sedang terjadi di Pulau Oracle?."
NEO menatap Azra yang kesakitan dengan tatapan penuh kegelisahan. Tubuh Azra yang terbaring lemah memaksanya mengambil keputusan. Sistem pertahanan NEO segera beralih ke mode agresif. Dengan sigap, ia mengangkat Azra dan menempatkannya di belakang, bersiap menghadapi apa pun yang datang selanjutnya. Dari balik kabut tebal dan debu-debu yang masih mengepul, muncul bayangan hitam besar yang segera menarik perhatian NEO. Sosok itu membentuk siluet seekor reptil raksasa bersayap lebar. Suara auman menggelegar mengguncang pepohonan, membuat daun-daun berguguran. Ketika kabut perlahan-lahan menghilang, muncul mahluk asing menunggangi punggung reptil buas itu.
Dengan suara yang penuh penghinaan, penunggang itu berteriak, “Kalian lemah dan tidak berdaya! Beritahu aku di mana material terkuat disimpan, dan mungkin nyawa kalian akan kuampuni.”
NEO, yang telah diprogram untuk mengerti setiap bahasa yang ada di dunia, menjawab dengan tegas, “Kami tidak tahu apa-apa soal material itu.”
Namun sebelum kata-katanya sempat menghilang di udara, sebuah lingkaran merah terang muncul di kepala monster reptil. Penunggang itu tertawa dingin, “Kalau begitu, matilah kalian berdua!”
Tiba-tiba, suara mesin laser bergema. Sebuah ledakan besar menghantam kepala monster reptil tersebut, membuat makhluk itu tergoyah dan terlempar jauh dari posisi NEO dan Azra. Tanah di sekitar mereka bergetar keras. Dari kejauhan, suara dentuman langkah kaki berat mendekat dengan cepat.
ROBO-GUARD mesin penjaga yang sangat besar—muncul dari antara pepohonan, berlari dengan kecepatan tinggi, mencoba melindungi Azra dan NEO dari ancaman yang lebih besar.
NEO, menyadari situasi semakin berbahaya, segera menggendong Azra yang lemas dan gemetar. Tanpa berpikir panjang, ia mulai berlari, langkah demi langkah, menjauh dari pertempuran besar yang sedang terjadi di belakang mereka. Monster reptil itu perlahan bangkit dari tanah dan, dari balik celah-celah pohon, matanya yang bersinar kejam menangkap bayangan NEO yang melarikan diri bersama Azra. Dengan gerakan cepat, cakar besar monster itu muncul dari antara pepohonan, bersiap menangkap mereka.
Namun, ROBO-GUARD tidak tinggal diam. Dengan kekuatan luar biasa, ia menabrak monster reptil itu, menahan cakar besar yang hampir meraih NEO. Tangan raksasa ROBO-GUARD mengepal, lalu meluncurkan pukulan kuat yang mengguncang tanah, menghempaskan pohon-pohon di sekitarnya akibat gelombang hantaman. NEO terus berlari tanpa menoleh ke belakang, tapi kekhawatirannya semakin besar. Tubuh Azra mulai mengeluarkan darah, kulitnya membiru. Setiap detik terasa begitu berharga.
Beberapa saat kemudian, merasa sudah cukup jauh dari pertempuran, NEO berhenti di tempat yang lebih aman. Dengan hati-hati, ia menurunkan Azra dan memeriksa kondisinya. Luka-luka Azra parah, dan NEO tak sanggup melihatnya terluka lebih lama lagi. Ia segera membuka box first aid di badannya dan mengambil beberapa perban yang ia simpan untuk situasi darurat seperti ini.
Sementara itu, di lokasi pertarungan, ROBO-GUARD terus berusaha melumpuhkan monster reptil yang dinamakan Naga. Dengan kuat, ia mencoba merobek sayap lebar naga itu satu per satu, menahan mulutnya agar tidak menyemburkan api yang mematikan. Namun, penunggang di punggung Naga tidak tinggal diam.
Dengan gerakan cepat, ia melemparkan tombak besar ke tangan ROBO-GUARD, membuat kepalan tangan mesin itu melemah. Panas bersinar memancar dari mulut Naga, dan semburan api mengarah tepat ke kepala ROBO-GUARD. Meski kepalanya mulai meleleh akibat semburan panas tersebut, ROBO-GUARD tak berhenti berjuang. Dalam usaha terakhirnya, ia berhasil merobek salah satu sayap Naga, membuat makhluk itu kehilangan keseimbangan.
Sementara itu, di tempat lain, Jake, pemimpin pasukan penjaga, menerima sinyal bahwa ROBO-GUARD terakhir telah tumbang. Cahayanya mulai meredup, tangan dan kakinya kaku, sebelum akhirnya jatuh berlutut di tanah. Kepala ROBO-GUARD meleleh, tapi ia tidak tumbang sia-sia, ROBO-GUARD berhasil mencabut sayap kiri naga.
Di tempat lain, NEO yang sedang mengobati luka di tangan Azra tiba-tiba merasakan getaran di tanah, mendekat dengan cepat. Dengan sensitivitas tinggi, NEO segera bersiap untuk kembali berlari dan mencari tempat aman. Sebelum NEO sempat mengangkat Azra, gadis itu membuka matanya dan berkata, “Maafkan aku, NEO. Aku tidak percaya pada perkataanku sendiri. Aku berharap kau bisa memaafkanku.”
NEO menatap Azra dan berkata. “Nona Azra, Aku ini robot. Aku tidak mengerti yang kau maksud. aku layaknya buku catatan, kau bisa melampiaskan semua perasaan mu hingga puas, namun aku tidak akan membalasmu, aku tidak akan pernah berubah, kecewa dan marah kepada mu nona.”
Azra terharu mendengar kata-kata itu, dan air mata jatuh di pipinya. Dengan cepat, NEO menggendong Azra kembali dan berlari sekuat tenaga. Namun, hawa panas mulai terasa dari belakang mereka.
Tanpa diduga, Naga yang terluka kembali mengejar mereka, menghancurkan pepohonan di jalurnya. Gerakannya begitu cepat, dan jarak antara mereka semakin kecil. Cahaya panas mulai memancar dari mulut Naga, bersiap menyemburkan api ke arah mereka.
Dengan refleks cepat, NEO melompat dan melemparkan bom kabut untuk melarikan diri, bersembunyi di balik pohon besar. “Kita tidak akan selamat jika terus seperti ini,” ujar NEO dengan nada tegas. “Nona.. Aku akan menjadi perisai yang melapisi tubuh mu, kita harus bersatu dan terbang jauh dari sini!”
Azra memandangnya dengan lelah. Mata cemerlangnya tampak redup, tubuhnya dipenuhi luka, dan napasnya semakin berat. “Apa yang kau bicarakan, NEO?” suaranya tersendat oleh rasa panik yang mulai menguasainya. “Kau ini bukan pesawat tempur! Kita berdua akan mati disini! Monster sebesar itu akan membunuh semua orang di pulau ini... NEO, aku... aku tidak kuat lagi menahan tekanan ini…”
Deru langkah naga semakin dekat. Pohon-pohon di belakang mereka tumbang satu per satu, suara kayu yang patah terdengar begitu keras, menghantui.
"Tenang, Nona Azra, aku akan melindungimu," kata NEO dengan nada lembut, mencoba menenangkan prajurit muda itu. Namun tangan Azra mulai bergetar hebat. Matanya penuh ketakutan, kata-katanya mulai tidak jelas, terputus-putus. "Ak... ak... aku i... i..ingin... menguu... mengulang... wak... waktu..."
Tiba-tiba, suara retakan kayu menggema keras di sekitar mereka. Cahaya terang dari atas menyorot tubuh Azra yang gemetar. Kepala naga raksasa itu telah muncul dari balik pohon, mulutnya terbuka lebar, siap menyemburkan api mematikan.
Azra, yang dilanda kepanikan, secara reflek mengangkat tangannya, seolah mencoba menahan serangan itu. Namun sebelum semburan api keluar, NEO bergerak cepat. Tubuh mekanisnya membuka seperti kulit kacang, dan dalam hitungan detik, ia menyelimuti Azra, besi-besi mekanis bergerak dan menempel di setiap inci tubuhnya. Azra kini dilindungi oleh armor canggih yang memancarkan kilauan logam.
"Furr..." Api menyembur ke arah mereka, melingkupi Azra dalam gelombang panas yang mencekam. Tubuhnya terasa seperti dibakar hidup-hidup. “Aaghh!!” Jeritan Azra menggema di antara pepohonan. Tubuhnya menegang, gemetar tak terkendali.
“Tidak…!” teriak NEO dalam suara mekanisnya, merasakan tubuh Azra mulai melemah akibat api naga. Dengan cepat, ia menyuntikkan cairan khusus ke dalam tubuh Azra, berusaha membuatnya tetap sadar.
Dalam hitungan detik, kilatan cahaya terang muncul dari armor Azra. Gelombang energi memancar, mengusir api naga ke segala arah, menciptakan ruang hampa kecil yang terlindungi dari semburan mematikan itu.
“Gelombang permukaan telah stabil... pelindung elektromagnet aktif. Nona Azra, jangan takut, perisaiku telah menahan semburan api naga...” kata NEO, tenang namun tegas.
Azra membuka matanya perlahan, matanya terbelalak tak percaya. Tubuhnya kini dilapisi armor robot yang canggih, kilauan logamnya memantulkan sinar matahari yang hampir tenggelam. Tanpa sadar, dia sudah memegang perisai energi, tubuhnya masih berdiri kokoh di tengah semburan api yang perlahan memudar.
“Nona, kau sangat kuat. Tetaplah bertahan... sebentar lagi naga itu pasti kehabisan napas,” ucap NEO, mencoba memberi semangat.
Asap mulai mengepul di sekitar mereka, menutupi pandangan. Naga mengepakkan sayapnya dengan keras, mencoba menghilangkan kabut itu untuk menemukan mangsanya. Namun saat asap perlahan memudar, naga itu melihat sesuatu yang membuatnya terkejut. Di kejauhan, sosok manusia berkilau berlari menuju tebing tinggi. Azra!
Azra memanfaatkan momen itu untuk melarikan diri. Sambil berlari, NEO menjelaskan dengan cepat, “Kita bisa terbang, nona! Gunakan mesin jet di tangan dan kakimu untuk melarikan diri ke langit.”
“Apa?” Azra terkejut. “Terbang? Bagaimana aku bisa terbang? Aku bahkan tidak bisa menahan efek gravitasi dan tekanan ketinggian!”
"Jangan khawatir," jawab NEO. "Kemampuan terbang ini berasal dari ledakan batu Pivornum, mineral yang kaya akan energi materi terang. Batu itu bisa menghasilkan jutaan jenis energi yang diperlukan untuk mengaktifkan mesin anti-gravitasi di tubuhku."
Azra menggelengkan kepalanya, hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Ini gila, NEO... Bagaimana aku bisa terbang jika tidak ada bahan bakar di tubuhmu?”
Namun NEO menjawab dengan tenang. “Nona Azra, jika kau tidak mempercayaiku, itu berarti kau tidak percaya pada karya ayahmu sendiri. Hisao, ayahmu, dinobatkan sebagai ilmuwan terpintar di dunia ini untuk alasan yang sangat jelas.”
Azra terhenti, kata-kata NEO menghantam hatinya. Ia memandang ke langit yang mulai gelap, mendengar dentuman kaki naga yang semakin mendekat. “Baik, kalau begitu, apa yang harus aku lakukan?” tanyanya, kini lebih fokus.
"Melompat dan menyeimbangkan tubuhmu. Ledakan Pivornum akan mendorongmu ke udara, dan semakin kau menekan saraf, semakin besar dorongan yang kau hasilkan," jelas NEO.
Azra menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian. Dengan satu gerakan, dia mulai berlari dan melompat. Tapi, ledakan besar tiba-tiba menggema—naga itu semakin dekat.
Azra panik, tangannya gemetar saat menekan saraf-saraf kakinya. Tubuhnya terpental, jatuh ke tanah dengan keras. Namun, dia tidak menyerah. Setiap kali jatuh, Azra bangkit kembali, meski naga itu semakin dekat.
Akhirnya, dengan tarikan napas yang dalam, Azra fokus. "Tenang..." bisiknya pada diri sendiri. Dengan langkah mantap, dia berlari, melompat, dan saat dia mengepalkan tangan dan kakinya, cahaya energi terang muncul dari tubuhnya. Gelombang energi meledak di sekitarnya, mendorong Azra melesat ke langit.
Terkejut dan penuh adrenalin, Azra merasakan tubuhnya terangkat. Dia berhasil. "Aku... terbang!"
Duar!
Suara ledakan dahsyat menggema di udara, disertai dengan getaran hebat yang membuat pepohonan bergoyang liar. Harapan yang sempat menyala di dada Azra seketika hancur berkeping-keping saat cakar naga menghantam tubuhnya dengan kekuatan luar biasa.
Dalam sekejap, tubuhnya terpental jauh, tak terkendali seperti boneka kain yang dilemparkan ke udara. Azra menabrak pohon-pohon dan ranting-ranting keras, yang pecah seketika saat tubuhnya menghantam mereka dengan kecepatan yang mustahil dihentikan. Suara retakan kayu dan ranting bersahutan, mengiringi jatuhnya tubuh Azra yang terhempas semakin jauh.
Rasa sakit luar biasa menjalar di seluruh tubuhnya. Punggungnya terbakar oleh gesekan tanah dan pecahan kayu. Matanya kabur, mencoba menangkap bayangan naga yang menghilang di antara kabut dan pepohonan.
Ternyata, sang naga, dengan kecerdikan yang tak terduga, telah diam-diam mengintai dari balik kegelapan, menunggu saat yang tepat untuk menyerang. Ia menahan langkahnya, menyembunyikan kehadirannya, dan saat Azra mencoba melarikan diri, naga itu melancarkan serangan mematikan.
Azra merasakan napasnya terhenti sejenak saat hantaman keras itu menerjang tubuhnya, seperti batu besar yang menghantam langsung ke dadanya. Rasa sesak memenuhi paru-parunya, seolah udara terhisap keluar dari tubuhnya tanpa ampun.
Pandangannya berputar-putar, tubuhnya melayang tak terkendali. Dunia di sekitarnya terasa kabur, suara deru angin dan gemuruh naga bercampur menjadi satu dalam kekacauan yang menghancurkan.
Saat akhirnya tubuhnya menghantam tanah, ia terseret hingga mencapai ujung tebing yang curam. Tubuhnya tergelincir, hampir jatuh ke dalam kegelapan yang menanti di bawah.
Jurang hitam terbentang di depannya, penuh dengan batu-batu tajam yang siap menelan siapa pun yang jatuh ke dalamnya. Azra terengah-engah, satu tangannya meraih ke tanah berbatu untuk mencari pegangan.
Sekarang ia berada di ambang kehancuran. Di ujung tebing, tubuhnya setengah tergantung di atas kegelapan. Debu-debu berterbangan di sekitarnya, sementara suara gemuruh naga yang mendekat mulai terdengar lagi, seperti ancaman yang tak terelakkan.
Azra berusaha menahan rasa sakit yang membakar tubuhnya, mencoba memulihkan kesadarannya, tapi dunia di sekitarnya seolah menekan dengan kekuatan yang begitu besar. Napasnya semakin berat, jantungnya berpacu cepat. Di bawahnya, batu-batu tajam bersinar samar di kegelapan jurang, menunggu kedatangannya.
Azra tahu, jika ia jatuh ke dalamnya, tidak akan ada lagi jalan keluar.
Contact :
Azimamoyo@gmail.com
© 2024. All rights reserved.