Check our store

RAIN BLOOD

Chapter 10

Di atas samudra yang luas dan bergelora, kapal tempur berbobot raksasa mengapung, seperti pemangsa yang sabar menanti buruannya. Baja dingin dan senjata-senjata besar di kapal itu mengarah ke daratan, siap meluncurkan serangan yang dapat meluluhlantakkan bukit dalam satu kali tembakan. Di atas dek, para prajurit menggenggam senjata dengan erat, menahan napas, dan bersiap menghadapi gerombolan naga yang semakin mendekat. Suara jantung mereka seakan berpacu dengan gemuruh ombak yang pecah di lambung kapal.

“HURAA! ROARRR!!” Jeritan suara perang, menggema dari naga-naga yang muncul dari balik bayangan, diiringi nafsu membara di mata mereka. Gigi-gigi tajam naga mencuai dari mulut yang terbuka sangat lebar hingga wajah mereka robek, penuh liur dan darah. Mereka terbang dengan gerakan menghentak, seakan mengisi udara dengan getaran maut.

Di antara mereka, sosok Danuelle, penguasa kegelapan, melayang dan turun perlahan di sebuah bukit, menciptakan singgasana hitam dari reruntuhan yang terpanggang untuk dirinya sendiri. Dari kejauhan, ia mengawasi semua yang terjadi, termasuk sepasang manusia yang berlari, Azra dan Jake, tercermin di mata merahnya yang penuh kekacauan dan kekejian.

Azra dan Jake berlari dengan sepenuh tenaga, berusaha mencapai perlindungan di Kerajaan Bismuth. Napas mereka tersengal, dan desakan ketakutan mendorong mereka melewati hutan yang kini telah menjadi medan pertempuran. Tiba-tiba, suara nyaring terdengar dari seorang prajurit di atas kapal, “TARGET TERLIHAT!”

Tanpa menunda, Laksamana Menhilt, dengan tatapan tajam dan tegas, memberi aba-aba kepada para prajuritnya. “SIAPKAN SERANGAN! BIDIK DAN TEMBAK!” Ledakan besar mengguncang daratan ketika rudal dan peluru-peluru kaliber tinggi meluncur dari kapal tempur, membelah udara dengan kecepatan mematikan. Dentuman senapan dan mortir menggetarkan tebing dan hutan di bawahnya.

DOR! DOR!

Peluru-peluru berukuran besar menghantam tubuh para naga, mengoyak kulit tebal mereka, menghancurkan kaki dan sayap, menyemburkan percikan darah yang panas. Para sniper kapal mengarahkan laras mereka ke kepala-kepala naga, membidik tepat di mata dan tengkorak.

Setiap tembakan menembus pepohonan, menjebol tulang-tulang naga, menghancurkan otak mereka, dan menjatuhkan mereka dengan dentuman hebat yang mengguncang bumi. Puing-puing bebatuan berjatuhan ke dalam laut membuat cipratan air yang besar.

Puluhan naga terjungkal ke tanah dan bahkan jatuh ke dalam laut, tebing-tebing di sekitarnya bergetar hebat, runtuh menjadi abu di bawah kekuatan serangan. Namun, beberapa naga yang selamat mengibaskan sayap dan terbang ke langit, mencoba menembus kabut untuk menemukan sumber tembakan maut yang menghantam mereka. Azra dan Jake, yang berlari dengan seluruh tenaga mereka, hanya bisa berharap agar kapal tempur Menhilt mampu menahan gempuran para naga, memberi mereka waktu untuk berlari sampai ke Kerajaan Bismuth—tempat perlindungan terakhir mereka dari pasukan maut Danuelle.

Langit kelam dan badai mengamuk, menggulung kapal tempur mereka di tengah samudera yang bergolak. Asap membumbung dari berbagai sudut kapal, seiring ratusan naga yang mengamuk, terbang rendah, mata mereka menyala merah marah dan sayap mereka menutupi cahaya bintang.

“MEREKA DATANG!” Seorang prajurit berteriak penuh ketakutan. “SERANGAN NAGA!” teriaknya lagi, menggema hingga ke pusat komando.

Ester, sang laksamana, segera mengatur strategi di bawah tekanan yang menyesakkan. "Thunder One! Persiapkan senjata, hari ini kita akan memanggang daging naga!" serunya lantang, nada suaranya menembus hiruk-pikuk pertempuran, memantik semangat para prajurit yang tadinya dipenuhi rasa gentar. Teriakan para prajurit terdengar bagai gemuruh badai, mereka bergegas menuju tangga, melindungi keluarga mereka dari jauh, mengabdi kepada tanah air dengan nyawa sebagai taruhannya.

DOR! DOR! DOR! Serangkaian tembakan meledak di udara, peluru-peluru menghujam naga-naga yang menukik, menembus kulit bersisik tebal yang berkilau mengerikan di bawah kilat. Namun, meski banyak dari mereka terluka, jumlah naga semakin banyak. Ester menggenggam erat gagang pisau raksasanya, merasakan dentuman ketakutan dan amarah bergemuruh di dadanya. “Terlalu banyak…” gumamnya lirih, perasaan putus asa mulai merayapi hatinya.

Tiba-tiba, jeritan mengerikan memecah suasana. "Tanganku!" teriak Fin, prajurit muda yang menggeliat kesakitan, tangannya berdarah, gigitan naga telah mencabik dagingnya hingga ia tak berdaya. Ester tak tahan lagi, ia berlari ke permukaan kapal, mengayunkan pisau raksasanya menebas naga yang hinggap. Keahliannya sebagai petarung teruji di sini, dengan setiap tebasan ia menghancurkan musuh yang mendekat, namun kesadarannya mulai memudar bahwa ini hanya awal.

Di kejauhan, Azra dan Jake berlari tanpa henti, peluh bercucuran dan napas terengah-engah. "Ayo! Ke jembatan kerajaan!" teriak Jake, memasang bom sepanjang jalan, lemparan bom asap membuat jejak mereka terhapus dari pandangan naga-naga yang mengamuk. Mereka berdua meneriakkan permintaan tolong, berharap gerbang kerajaan segera terbuka sebelum naga-naga itu menyusul.

Di atas kapal, Ester memberi perintah cepat kepada kapten, "Angkat jangkar! Jalan penuh! Bawa kita ke kerajaan Bismuth! Hanya di sana kita punya kesempatan, mereka punya senjata anti-sihir yang bisa melumpuhkan naga-naga ini!"

"Siap, Laksamana!" Kapten menjawab penuh keyakinan, dan seiring perintah itu, kapal memecah ombak dengan kecepatan penuh, membawa harapan terakhir mereka menuju Bismuth. Dari kejauhan, Azra dan Jake mencapai gerbang kerajaan, melambai penuh permohonan. Para prajurit kerajaan yang berjaga terkejut mendengar kabar mereka. Di depan gerbang, Aender, pemimpin prajurit kerajaan, tak bisa menyembunyikan kemarahannya, namun keadaan genting membuatnya terpaksa mendengarkan. Azra menjelaskan, “Pulau Oracle sudah hancur! Dewa Iblis dan pasukan naganya menguasai segalanya. Kami tidak punya tempat lagi untuk berlindung.”

Aender menghela napas panjang, mengambil keputusan cepat. "Kalian berlindung lah disini, dan lihat kami membasmi para naga itu!." Keteguhan hati Aender melunakkan amarahnya, namun hanya untuk sesaat. Kabar buruk yang di sampaikan Azra telah mengguncang dasar kerajaan, dan tak lama kemudian, raja kerajaan Bismuth, Raja Steir, memerintahkan agar seluruh kerajaan bersiap.

TONG! TONG! Lonceng besar berbunyi, memperingatkan seluruh kerajaan akan datangnya bahaya yang mendekat. Aender dan pasukan prajurit Bismuth menyiapkan barikade, prajurit-prajurit terbaik berbaris di depan gerbang, perisai dan tombak sakti di tangan mereka. Mereka menantikan momen pertarungan yang tak terelakkan ini.

Ketika kapal Ester akhirnya merapat, pasukan tentara pun keluar dan berbaris di pelabuhan, bersiap untuk pertempuran, Ester keluar dari tengah barisan dan bertemu dengan pemimpin pasukan laut kerajaan yaitu Albert. Dengan tegas, Ester menyampaikan perintahnya kepada pemimpin pelabuhan, Albert pun sekilas kebingungan dan bertanya-tanya di dalam pikirannya, "Siapa perempuan seram ini??".

"Tuan Albert, kami adalah UNO dan aku Laksamana Ester, kami meminta kalian melakukan evakuasi sekarang juga, karena dalam waktu dekat, pasukan iblis akan tiba dan menghancurkan semua bagian kerajaan". Saat mendengart kata-kata Ester Albert mulai teringat atas informasi yang diberikan oleh ayahnya, bahwa anggota UNO merupakan sekutu kerajaan Bismuth yang dapat di andalkan.

"Nona Ester, nama ku Albert, pangeran kerajaan Bismuth, jika memang kerajaan ini hancur maka seluruh penduduk akan mati, banker istana ini adalah tempat berlindung mereka.."

Ester pun tersenyum dan mencoba untuk melanjutkan penjelasannya, "Evakuasi penduduk ke dalam kapal tempur kami tuan Albert.. kami akan menampung sebanyak-banyaknya penduduk kerajaan sebisa mungkin.”

Albert setuju, namun mereka harus segera berbicara dengan Aender, meminta izin untuk mengevakuasi penduduk yang tersisa.

Namun ketenangan itu segera hancur seketika—*BOOM! BOOM!*—ledakan keras terdengar dari dalam hutan yang gelap. Teriakan naga bergema, suara auman mereka bagai genderang perang yang mengguncang. Dari balik bayang-bayang pepohonan, para naga mulai muncul satu per satu, mata mereka menyala beringas. Seakan menanti komando dari sosok gelap yang mengendalikannya, naga-naga itu segera merangsek maju ke arah kerajaan.

"Serang mereka sekarang!" sebuah bisikan mengerikan mengalun di pikiran para naga, suara itu penuh dengan kebencian dan kemarahan.

Naga-naga itu terbang dan menyerbu, menyemburkan api, membakar rumah-rumah dan bangunan. Penduduk panik, mencoba melarikan diri secepat mungkin ke arah kapal tempur. Ester dan Albert pun segera membawa pasukan mereka ke atas kerajaan, melawan pasukan iblis dan menyelamatkan para penduduk di kota.

“Masuk ke dalam kapal tempur UNO, cepat!” teriak Albert, mengarahkan rakyat yang berlari penuh ketakutan. Sementara itu, Ester dan Albert bertahan di tengah kota, mencoba melindungi mereka yang belum sempat menyelamatkan diri. Api merah dan oranye mengepul di segala arah, atmosfir kerajaan penuh dengan bau asap dan panas menyengat.

Di tengah kekacauan, Azra dan Jake bertemu Albert. "Azra pergi lah ke pelabuhan di bawah kerajaan dan masuk kedalam kapal tempur!” Namun, gerombolan naga datang menyerbu dan menyembur mereka dengan api, semburan api menjadi sangat besar setelah bergabung dengan serangan naga lainnya, api berkobar membesar dan menjalar kesana kemari membakar tanah di sekitar mereka, namun tiada pasukan yang terlukai, seluruh serangan api dapat ditangkis oleh perisai elektromagnetik Azra. Jake dan pasukan tentara UNO pun membantu membalas dengan tembakan beruntun, mencoba menghalangi naga-naga yang terus mendekat.

Namun takdir tak berpihak pada mereka semburan api akhirnya menembus perisai milik Azra yang perlahan mulai memudar dan menghilang ini karena energi yang dimiliki NEO tinggal sedikit. Jake yang tidak ingin mengambil resiko segera memerintahkan NEO untuk menggunakan energi terakhirnya pergi dari kepungan naga dan masuk kedalam kapal tempur.

"NEO, apa yang kau lakukan? Jangan tinggalkan mereka!" teriak Azra, namun NEO segera menyetrum Azra untuk menghentikan perlawanan, membawa Azra menjauh dari medan tempur. Namun tiba-tiba sosok mahluk besar muncul, ia sudah mengintai pergerakan mereka diam-diam dan akhirnya menangkap NEO di udara, membawa mereka menuju sosok gelap yang menanti.

“Bawa dia kepadaku, wahai anakku…” suara berdesis itu menggema di benak para naga. Melihat Azra tertangkap, Ester yang menyaksikan hal itu tidak tinggal diam ia memerintahkan tentaranya untuk segera menyiapkan helikopter Herakles untuk membantunya menyelamatkan Azra, ia pun segera berlari dengan sangat cepat sampai naga di sekitarnya tidak menyadari pergerakan Ester, ia naik ke atap bangunan-bangunan kota, dan mencoba menebas kepala naga-naga di depan yang sedang menghancurkan bangunan kerajaan. 

Dari tower kerajaan yang tinggi Ester Melihat naga itu telah melewati tembok kerajaan. tidak ada pilihan lain ia segera bersiap dengan ancang-ancang dan kekuatan yang luar biasa melompat sangat jauh hingga terlihat seperti terbang di angkasa menggapai naga yang mencengkram Azra dengan menusuk sayapnya. Namun naga itu terlalu kuat, dan keduanya terjatuh dari ketinggian ke dalam hutan yang gelap sebelum naga sampai ke tempat ksatria hitam.

Kristal itu…, aku merasakannya di dalam tubuh bocah ini!

Ksatria itu menggeram marah, bayangan-bayang mengerikan menyelimuti hutan. Ester menggenggam erat pedangnya, lalu menyalakan bilah besar itu dengan api magis, menghunuskan nyala yang menerangi kegelapan.

Ester mencoba mencari Azra melirik kesana kemari, seluruh tempat sangat lah gelap Ester menjentikan tangan dan menyala lah pedang pisau raksasanya, terdengar Azra mengeluarkan suara kesakitan, ia pun langsung menemukan Azra dan menggendongnya, kaki Ester mengeras dan mencoba untuk bersiap berlari. Sstttt Bayang-bayang keluar dari darah tubuh naga yang telah terbelah, membentuk siluet sesosok mahluk tajam.

"KAU!!!"

Ester tiba-tiba tidak bisa bergerak kakinya telah di cengkram oleh sesuatu yang mengerikan, cengkramannya sangat kuat hingga membuat Ester berteriak. Kyaaa!! jerit Ester, ia sangat histeris saat melirik ke arah kakinya, terlihat wajah seram sang ksatria hitam yang tengah tersenyum lebar melihatkan ratusan gigi tajam di mulutnya, menatapnya dengan mata putih yang semu sambil merangkak, ksatria itu mecoba untuk menghancurkan kaki Ester hingga mengeluarkan darah.

Teriakan nyaring Ester menggema di malam yang pekat.

Contact :

Azimamoyo@gmail.com

© 2024. All rights reserved.