Check our store

UNTOLD STORY

Chapter 0

Di dunia nyata—dunia yang nyata dalam segala arti, setiap makhluk hidup berjuang menempuh jalan panjang yang penuh rintangan, rasa sakit, dan pengorbanan. Waktu seolah mengalir lebih berat, membuat langkah semakin sulit diiringi tuntutan untuk terus berinovasi, bekerja keras, dan memenuhi kebutuhan yang tak pernah usai. Sementara itu, keinginan manusia semakin terbentuk, tak kenal lelah mencari makna di tengah keruwetan hidup yang kadang tenang namun sering kali kacau. Di sinilah, dalam kelelahan dan kejenuhan, manusia mulai membayangkan dunia lain—sebuah dunia yang tidak hanya memberi kemudahan tetapi juga kebahagiaan yang abadi.

Dunia fantasi ini, yang ada dalam pikiran mereka, melampaui batas-batas akal sehat, dunia yang tak mengenal keterbatasan dan penuh dengan keindahan instan. Dalam fantasi ini, manusia dapat merasakan kenikmatan tanpa akhir, kebahagiaan yang tak pudar, dan kesenangan yang selalu tersedia secepat keinginan muncul. Betapa memikatnya dunia yang serba mudah dan menyenangkan, jauh dari rasa sakit atau kegagalan. Begitulah gambaran dunia yang diidamkan manusia saat mereka lelah dengan realitas yang keras.

Namun, di balik angan-angan itu, ada pertanyaan yang terus mengemuka: apakah Sang Pencipta hanya diam melihat makhluk-Nya bertanya-tanya, merasakan kehampaan, dan menginginkan kehidupan yang lebih baik? Apakah doa-doa yang dipanjatkan dengan tulus hanya dibiarkan berlalu tanpa jawab?

Perjalanan manusia adalah sebuah misteri, petualangan penuh teka-teki yang menguji keyakinan dan kesabaran. Dan mungkin, di saat-saat tertentu, Tuhan memberi dunia sebuah keajaiban sebagai jawab dari doa-doa itu. Begitu pula ketika seorang gadis kecil yang penuh pesona lahir dan melihat dunia untuk pertama kalinya, memandang dengan kagum kebesaran yang melingkupinya.

Bumi, planet yang menjadi tempat hidup manusia, menyimpan keindahan yang tak terbayangkan—samudra luas dan benua-benua yang ditumbuhi hutan lebat, pulau-pulau yang tak terhitung jumlahnya, serta makhluk-makhluk menakjubkan yang menghuni tanah, air, dan udara. Di antara berbagai tempat yang telah tersentuh oleh perubahan zaman dan keserakahan, masih ada satu tempat yang terjaga dari hiruk-pikuk peperangan dan ambisi manusia, yaitu Pulau Oracle.

Pulau Oracle adalah sebuah oasis yang tersembunyi dari pandangan dunia, dikelilingi lautan biru yang damai dan menjanjikan kehidupan yang sejahtera bagi penduduknya. Di sana, orang-orang hidup dalam kedamaian, menikmati alam yang murni dan jauh dari kekacauan hidup modern. Pulau ini adalah simbol dari mimpi-mimpi manusia yang sesungguhnya—tempat di mana kedamaian bukan sekadar ilusi, melainkan sebuah kenyataan yang dicapai dengan kesadaran dan ketenangan hati. Dan di sanalah, mungkin, jawaban atas segala harapan dan doa manusia akhirnya dapat ditemukan.

Disanalah tempat tinggal seorang gadis kecil bernama Azra. Dia adalah anak perempuan Hisao Akasaki, seorang insinyur mesin dan fisikawan jenius, tak hanya menjadi ayah bagi Azra, tetapi ia merupakan salah satu penjaga pulau Oracle. Pulau Oracle, tempat di mana alam dan teknologi berpadu menjadi satu, dan di tengah semua itu, ada sebuah robot penjaga yang dikenal dengan nama ROBO-GUARD.

Hisao menciptakan ROBO-GUARD sebagai perlindungan pulau dari serangan musuh dan invasi yang tidak pernah bisa diprediksi. ROBO-GUARD berjalan dengan kecerdasan buatan, canggih dan memiliki kekuatan yang tak tertandingi armada militer. Mereka adalah baris pertama dan terakhir pertahanan pulau Oracle, yang selalu siap menghadapi ancaman apapun.

Setiap hari bagi Azra terasa seperti petualangan baru. Meskipun masih kecil, ia memiliki semangat ingin tahu yang besar. ia sangat menyukai buku-buku novel fantasi,  semasa ia kecil, ia selalu membayangkan jika kisah itu nyata, dimana ia bisa melihat dan berteman dengan penyihir yang dapat terbang ke angkasa, mengendalikan air dan sihir, menaiki naga mistis yang sangat kuat dan keren. Di lain sisi Azra pun sangat tertarik dengan robot dan hal-hal yang ada di sekitarnya, ia sering memperhatikan ayahnya bekerja di lab, menciptakan hal-hal luar biasa dari logam dan teknologi.

Namun, hari ini berbeda. Pagi yang biasanya tenang di Pulau Oracle tiba-tiba berubah ketika Hisao menerima pesan dari komputernya.

"Ada masalah dengan salah satu ROBO-GUARD di hutan," ujar Hisao sambil mengerutkan kening di depan layar monitor.

Azra yang mendengarnya segera berlari mendekat. “Apa yang terjadi, Ayah?” tanyanya dengan mata yang penuh rasa ingin tahu.

“Ada satu robot yang rusak di hutan. Sepertinya aku harus segera pergi untuk memperbaikinya,” jawab Hisao.

“Bolehkah aku ikut? Kita bisa berjalan-jalan di hutan setelah Ayah memperbaikinya,” pinta Azra dengan mata berkilau penuh harapan.

Hisao menghela napas sejenak, lalu tersenyum lembut. “Baiklah, tapi kamu harus tetap dekat denganku, kita harus selalu berhati-hati.”

Dan begitu saja, mereka berdua berangkat menuju hutan yang rimbun di jantung Pulau Oracle. Suara burung-burung berkicau di antara pepohonan, sementara sinar matahari menembus celah-celah daun, menciptakan pola-pola cahaya yang indah di sekujur jalan. Setelah berjalan beberapa saat, mereka tiba di tempat di mana salah satu ROBO-GUARD tergeletak diam di atas tanah, tampak tidak berdaya.

“Ini dia,” gumam Hisao sambil mendekati robot yang rusak itu. “Tunggu di sini, Azra. Ayah akan memperbaikinya.”

Azra berdiri tak jauh dari ayahnya, memperhatikan dengan penuh minat saat Hisao membuka panel di bagian belakang robot itu dan mulai bekerja dengan alat-alatnya. Namun, sesuatu yang aneh menarik perhatiannya. Di antara kabel-kabel dan komponen mesin, ada cairan biru yang mengalir perlahan. Hisao terdiam sejenak, menatap cairan itu dengan cemas.

“Cairan ini... tidak seharusnya ada di sini,” bisik Hisao pada dirinya sendiri, tapi Azra mendengarnya.

“Apa itu, Ayah?” tanya Azra penasaran. “Apakah itu bagian dari robot?”

Hisao terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab, “Tidak, ini sesuatu yang lain. Mungkin nanti Ayah akan menyelidikinya lebih lanjut. Sekarang, yang penting robot ini bisa berjalan lagi.”

Azra hanya mengangguk, meski rasa ingin tahunya semakin besar. Dia terus mengamati ayahnya bekerja, sambil sesekali mengajukan pertanyaan tentang komponen-komponen di dalam robot. Hisao menjawab dengan sabar, menjelaskan dengan bahasa yang sederhana agar putrinya bisa mengerti.

Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya ROBO-GUARD yang rusak itu bisa berfungsi kembali. Hisao menepuk bahu robot itu dan melihatnya berdiri tegak, sebelum akhirnya melangkah pergi untuk kembali melindungi pulau. Azra tersenyum puas, merasa bangga bisa menyaksikan ayahnya bekerja dan ROBO-GUARD yang sangat besar beroperasi kembali.

Mereka menghabiskan sisa waktu di hutan, berjalan-jalan di antara pepohonan, mendengarkan suara alam, dan merasakan kedamaian yang hanya bisa ditemukan di tempat seperti itu. Namun, di benak Hisao, ada sesuatu yang terus mengganggu.

"Cairan itu." "Itu bukan hal yang biasa. Apakah aku salah liat, mungkin ada sesuatu yang sangat besar telah terjadi."

Malam, ketika mereka sudah kembali ke rumah, Azra mendekati ayahnya. “Ayah, besok kita pergi ke hutan lagi, ya? aku ingin memancing, berenang, dan bermain...”

Hisao tersenyum lebar sambil teringat bahwa besok merupakan hari ulang tahun anak tercintanya Azra “Tentu, sayang. Kita akan mulai dengan memancing besok.”

Keesokan harinya, mereka berdua kembali ke hutan, membawa perlengkapan memancing. Hari itu berjalan dengan damai, Azra terlihat sangat senang dan bahagia menatapi lingkungan alam yang hijau dan binatang kecil bergerak kesana-kemari di pepohonan, hingga tiba-tiba telepon Hisao berdering. Suara di ujung sana terdengar tegang, menyampaikan kabar buruk.

“Ada masalah besar di tempat kerja. Ayah harus segera bergegas pergi kesana,” kata Hisao dengan nada serius setelah menutup telepon.

Azra yang mendengar ucapan ayahnya langsung terdiam. Wajahnya berubah murung. “Berapa lama, Ayah?” tanyanya pelan.

“Ayah belum tahu, Azra. Namun ayah tidak akan meninggalkan Azra begitu saja, Ayah sudah menyiapkan kejutan besar untuk hari ulang tahun mu di rumah, Ayo Azra kita pulang,” jawab Hisao dengan hati-hati.

Azra menunduk, menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. Dia sangat sedih mendengar berita itu di hari ulang tahunnya, walau ada kejutan yang menantinya, namun perasaan Azra telah dipenuhi dengan rasa sedih, ia sangat mencintai ayahnya dan tidak ingin berpisah dengannya, apalagi untuk waktu yang tidak pasti.

Mereka berjalan pulang dengan suasana hati yang jauh berbeda dari saat mereka pergi. Sesampainya di rumah, Azra langsung masuk ke kamarnya dan mengunci pintu, menyembunyikan perasaannya di balik tembok yang dibangunnya sendiri.

Sore itu, ketika Hisao melihat putrinya yang mengurung diri di kamar, dengan perasaan bersalah merayap di hatinya. Dia tahu Azra akan merasa kesepian tanpa dirinya. Dia memutuskan untuk melakukan sesuatu sebelum pergi.

Hisao berjalan pelan menuju laboratoriumnya di belakang rumah. Di sana, di antara peralatan yang tak terpakai dan barang-barang lama, ada sesuatu yang tersembunyi di balik selimut tebal. Dia menarik selimut itu, dan tampaklah sebuah android yang sudah lama tidak diaktifkan.

Hisao menatap android itu dengan penuh harapan. "Ini mungkin satu-satunya cara untuk memastikan Azra tetap aman dan tidak merasa sendirian selama aku pergi."

Hisao berkata, "Android..., karya ku yang sangat dikagumi dan menakjubkan, terbentuk doa-doa ku yang telat terjawab oleh Tuhan, semoga kau bisa mengerjakan tugasmu dengan baik."

Setelah beberapa saat Hisao, "Tidak, Android ini tidak akan cukup untuk melakukan semua tugasnya, aku harus mencari Pria yang dapat menjaga Azra." Hisao mengambil telponnya yang tergeletak di lantai dan segera menghubungi kakak iparnya.

"Jake, aku butuh bantuanmu," ucap Hisao dari dalam hatinya, sebelum menghubungi seseorang yang selama ini akan menjadi penjaga bayangan Azra dan Androidnya.

Sambil menunggu Azra yang masih diam dikamarnya Hisao mengeluarkan kue yang telah ia buat di dalam oven dan menaruhnya di meja makan, ia bersiap untuk merayakan hari ulang tahun dan memberikan Azra kejutan. Namun Azra pun tak kunjung keluar dari kamarnya.

Sore berganti malam, udara di Pulau Oracle terasa hangat, tetapi hati Azra masih diliputi rasa dingin karena berita kepergian ayahnya. Hisao, setelah berjam-jam mempersiapkan kejutan, akhirnya menuju kamar Azra. Pintu kayu itu terdorong pelan, dan Hisao melangkah masuk. Di tempat tidurnya, Azra terbaring, matanya masih basah meski kantuk mulai menariknya ke dalam mimpi. Namun, saat Hisao menyentuh pundaknya dengan lembut, Azra merasa terjaga.

"Azra, Ayah punya sesuatu untukmu," bisik Hisao.

Azra bangkit, mengusap matanya yang masih berat. "Apa itu, Ayah?"

Hisao tersenyum samar, lalu memanggil sesuatu dari balik pintu kamar. Seiring langkah berat yang mendekat, sosok besar muncul. Sebuah android dengan desain yang ramping layaknya manusia, kuat, dan lincah, berdiri di tengah-tengah pintu. Matanya memancarkan cahaya, tubuhnya terbuat dari logam hitam mengkilap, tampak seperti penjaga futuristik yang muncul dari dunia lain.

“Ini adalah Android,” ucap Hisao sambil memperkenalkan mahluk yang baru memunculkan dirinya. “Ayah membuatnya sebagai hadiah untukmu, kau bisa bermain bersamanya setiap hari, menjelajah dunia kemana pun yang kau mau, dia akan selalu ada disamping mu menjaga mu seperti aku, Azrael Putri ku yang cantik dan mulia. Dia akan menjadi teman baikmu....... untuk sementara..... saat Ayah..... pergi...”

Azra, yang awalnya terperangkap dalam kesedihan, tiba-tiba merasakan lonjakan kebahagiaan yang tak terduga. Matanya melebar, memandang android itu dengan takjub. "Dia... untukku?"

Hisao dengan senang menjawab, "Benar sekali Azra dan sekarang Azra harus memberinya nama yang bagus."

Azra menggelengkan kepala dan berfikir nama yang sangat menarik, "NEO!! apakah itu nama yang bagus ayah??"

"NEO! itu sangat bagus Azra nama itu memiliki makna hadiah dari tuhan"

Hisao mengangguk, menatap putrinya dengan lembut. "Baik Azra android NEO yang akan menjadi pelayanmu mulai detik ini. Dia akan membantumu, menemanimu, dan menjagamu agar kamu tidak merasa kesepian saat Ayah tidak ada di sini. Dan selain itu..." Hisao berhenti sejenak, mencoba menyampaikan sesuatu yang sulit dengan cara yang mudah dimengerti. "Pamanmu, Jake, juga akan berada di sini untuk menemanimu."

Azra menatap ayahnya dengan mata penuh harapan. ia tahu betapa beratnya kepergian ayahnya, dan meskipun hatinya masih terasa berat, dia mulai memahami situasinya. Dia mencoba menerima kenyataan bahwa Hisao harus pergi. NEO, meskipun hanyalah sebuah robot, tampak begitu nyata dan hidup di hadapannya, seolah-olah dia bisa menggantikan kehadiran ayahnya sementara waktu.

"Baiklah, Ayah," kata Azra pelan, suaranya dipenuhi keikhlasan yang baru saja dia temukan. "Aku akan baik-baik saja dengan Paman Jake dan juga NEO."

Hisao tersenyum dan mengangguk. Dia merasa lega melihat putrinya mulai menerima keadaan. Namun, di hatinya, ada perasaan sedih yang tak bisa dia hilangkan. Dia tahu ini bukan keputusan yang mudah, tapi dia harus melakukannya demi tugas dan tanggung jawab yang lebih besar.

Keesokan hari fajar datang dengan cepat. Sebelum Hisao pergi ia membuka kerangka punggung NEO dan memasukan sebuah benda yang berisi cairan untuk berjaga-jaga jika keadaan di sekitar Azra menjadi tidak terkendali dan sangat berbahaya.

Hisao pun melanjutkan kegiatannya, menyiapkan barang-barang dan hal lain di ruang kerjanya. Di luar, suara ombak memecah keheningan pagi. Azra keluar dari kamarnya dan bersiap untuk mengantar ayahnya Hisao, ia berjalan ke dapur dan melihat NEO yang melambaikan tangan memanggilnya di depan rumah, mereka berdua berdiri menunggu Hisao. Meski masih ada keraguan di hatinya, Azra mencoba tersenyum, berusaha kuat di hadapan ayahnya.

Setelah semuanya siap, mereka bertiga berjalan bersama menuju pelabuhan di pagi hari. Jalan setapak yang mereka lewati dipenuhi angin pagi yang gesit dan dingin, terdengar suara burung-burung berkicau. Meskipun perjalanan itu jauh, namun setiap langkah bagi Azra terasa singkat, seolah membawanya cepat sampai di perpisahan yang tak ingin dia hadapi.

Azra terbayang semua kenangan yang telah ia lalui bersama ayahnya, hatinya mulai dipenuhi oleh rasa perih, matanya mulai berkaca-kaca, Azra menangis sepanjang perjalanan ke pelabuhan.

Setibanya di pelabuhan, Jake sudah menunggu di dermaga. Pria dengan tubuh tegap dan tatapan tajam itu menyambut mereka dengan anggukan ramah. "Hisao," sapa Jake dengan suara berat, lalu menoleh kepada Azra. "Dan ini pasti Azra. Sudah besar kamu."

Azra tersenyum tipis, meskipun dadanya terasa sesak. Dia menatap pria yang selama ini menjadi sosok pelindung dalam bayang-bayang. Hisao memperkenalkan NEO kepada Jake, menjelaskan peran robot itu selama dia pergi.

"Jake, tolong jaga Azra baik-baik. Dia adalah segalanya bagiku," kata Hisao dengan nada penuh harapan.

Jake menepuk bahu Hisao dengan tegas. "Tenang saja, Hisao. Aku akan menjaga Azra seperti anakku sendiri."

Mata Hisao melembut saat dia menatap putrinya. Dia berlutut, merengkuh Azra dalam pelukan erat. "Ayah akan segera kembali, Azra. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja."

Azra membalas pelukan itu dengan erat, mencoba menahan air mata yang hampir tumpah. "Aku akan menunggu, Ayah. Jangan lama-lama, ya?"

Hisao tertawa kecil, meski ada rasa perih di dalamnya. "Ayah janji."

Saat Hisao naik ke kapal, Azra tetap berdiri di dermaga, menggenggam tangan NEO. Kapal mulai bergerak perlahan, menjauh dari dermaga, dan Hisao berdiri di tepi, melambaikan tangannya pada putrinya. Azra membalas lambaian itu, mencoba menyimpan setiap detik momen itu di dalam hatinya.

Ketika kapal akhirnya menghilang di balik cakrawala, Azra menurunkan tangannya. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menerima kenyataan bahwa ayahnya telah pergi. Di sampingnya, Jake dan NEO berdiri diam, menjadi saksi bisu dari momen perpisahan itu.

Dan meskipun dunia terasa sedikit lebih sepi tanpa kehadiran ayahnya, Azra tahu bahwa dia tidak sendirian. Ada NEO di sisinya, dan ada Paman Jake yang akan menjaganya. Hari-hari mendatang mungkin akan terasa berbeda, tetapi Azra berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap kuat, menunggu saat ayahnya kembali, seperti janji yang diucapkan di dermaga itu.

Contact :

Azimamoyo@gmail.com

© 2024. All rights reserved.